Friday, November 30, 2012

Mobil Sahabat Petualang Penjelahah Sumatra Coffe Paradise


Bagi pecinta travelling saat mendengar kata Sumatera, yang terpikir pertama kali tentu saja adalah..

Kopi!

Bayangkan saja, pulau paling timur di Indonesia ini memiliki 7 kopi khas yang sangat mendunia. Oleh sebab itu, nggak heran kalau Daihatsu memilih Sumatera sebagai tempat petualangan.

Mengambil tema Terios 7-Wonders Sumatera Coffee Paradise, tim petualang yang terdiri atas 10 orang ini menjelajahi pulau Sumatera hingga titik nol kilometer di Sabang dengan rentang perjalanan sejauh kurang lebih 3.300 km mengendarai  2 unit Daihatsu Terios Hi-Grade Type TX AT  dan 1 unit Daihatsu Terios Hi-Grade Type TX MT.



Liwa
Tim petualang menempuh jarak kurang lebih 567 km dari Jakarta menuju Liwa di perjalanan hari pertama. Setelah pelepasan, tepat pukul 23.00 WIB tim menuju penyeberangan Merak-Bakauheni. Kala fajar menyingsing tim sampai di ujung pulau Sumatera. Kondisi jalan yang mulus menjadi sarana yang ideal untuk berakselerasi. Kecepatan maksimal 120 km/jam pun dapat diraih Daihatsu Terios. Mendekati Lampung, tim bergerak menuju Liwa, Lampung Barat, ditempuh melalui kawasan Bukit Kemuning, dengan ragam jalan didominasi tikungan pendek disertai tanjakan terjal. Kondisi jalan ini menuntut tim untuk pandai-pandai memindahan transmisi. Beberapa kali shifter matik Terios AT berpindah dari D-3 ke D-2. Sementara untuk manual berpindah dari 4 ke 3.

Sampai di kota Liwa, tim masih harus menuju pemberhentian selanjutnya yaitu Danau Ranau. Jaraknya sekitar 25 km dari kota Liwa. Di tepian Danau Ranau, tim disambut kehangatan Kopi Luwak khas Liwa yang nikmat. Secangkir kopi luwak berikut kudapan pagi, merupakan penyemangat tim Terios 7-Wonders melanjutkan petualangan berikutnya.

Biji kopi yang diolah di pabrik pengolahan kopi di Liwa berasal dari petani kopi di Liwa. Selain pengolahan cara lama, juga sedang dicoba kopi beraroma, Kopi seperti kopi beraroma ginseng dan kopi berorama pinang.

Proses pertama pada pengolahan biji kopi beraroma adalah biji kopi dipilah jadi 3 bagian sesuai ukuran. Makin besar biji kopi, makin baik kualitasnya. Kemudian biji kopi yang sudah terpisah sesuai kualitasnya, setelah dipilih dan melalui proses pengeringan, dimasukkan ke mesin oven (sangrai) dan dicampur dengan potongan-potongan kecil pinang atau ginseng.

Campuran biji kopi dan serpihan ginseng atau pinang di sangrai selama 1 – 2 jam dalam suhu 190 derajat celcius. Setelah disangrai, biji kopi diangin-anginkan sembari menghilangkan lapisan kulit arinya dalam wadah besar yang sudah dilubangi. Sambil diaduk-aduk, lapisan kulit ari turun ke bawah. Setelah bersih biji kopi ini langsung digiling.

Serbuk kopi yang sudah jadi, siap dikemas untuk dinikmati. Cara menyajikan kopi yang paling pas adalah menggunakan air mendidih. Setelah dituang di cangkir dan diaduk, biarkan dulu beberapa saat supaya butiran-butiran kasar kopi yang mengapung turun ke dasar cangkir. Kalau ditemani camilan pisang goreng dijamin mantap.


Lahat.
Suasana Danau Ranau di pagi hari sungguh menyegarkan, apalagi di temani secangkir kopi panas yang beraroma khas. Nun jauh di seberang wisma tempat tim bermalam terlihat siluet Gunung Seminung.

Danau Ranau terbentuk akibat gempa bumi dahsyat akibat letusan gunung vulkanik. Sungai besar yang sebelumnya mengalir di kaki gunung vulkanik berubah menjadi jurang. Kini berbagai jenis tanaman termasuk semak belukar yang secara lokal dikenal sebagai Ranau, tumbuh di tepi danau dan sisa-sisa letusan berubah menjadi Gunung Seminung. Danau Ranau kini menjadi danau terbesar kedua di pulau Sumatera.

Tim mendapat kesempatan mengecap kopi Luwak yang ternama, langsung dari kebunnya. Tak cuma rasanya yang nikmat, harga kopi Luwak pun lumayan mahal. Harga per kilo berkisar antara Rp 400 ribuan sampai jutaan.

Tim juga menyambangi rumah Hidayat, salah serang pemilik kebun kopi, di tepi jalan utama Liwa – Ranau. Tenyata Hidayat memiliki satu ruangan khusus yang berisi banyak kandang kecil di belakang rumahnya. Kadang inilah tempat Musang atau Luwak (Paradoxurus hermaphroditus) dipelihara.

Ada 2 jenis Musang yang dimiliki Hidayat yaitu Musang Bulan serta Musang Pandan. Kopi Musang Pandan memiliki penggemar yang lumayan banyak. Karena aroma wangi khas yang dikeluarkan Musang Pandan menghasilkan kopi yang lebih nikmat dari Musang Bulan.

Saat kopi sudah mulai habis musang akan dilepaskan. Nanti kalau musim panen lagi (setiap bulan 2 – bulan 6 ) musang dicari lagi dengan memasang perangkap. Musang lalu dimasukan kedalam kandang dan diberi makan biji kopi yang habis dipetik . Hanya kopi yang kondisinya paling bagus yang akan di makan musang.

Kopi terfermentasi dalam saluran pencernaan musang dan keluar jadi kotoran berwujud biji kopi. Kotoran ini dikumpulkan dan dipisahkan agar tak lagi berbentuk gumpalan. Setelah itu baru dijemur hingga kering. Barulah biji kopi yang sudah bersih dan kering dibawa ke pabrik pengolahan kopi. Inilah alasannya mengapa Kopi Luwak mahal sekali.  Selain karena proses pembuatannya lumayan ribet, hanya kopi terbaik yang dimakan Luwak.

Puas dengan kopi luwak khas Danau Ranau, tim melanjutkan perjalanan menuju Lahat. Total jarak Danau Ranau ke Lahat +309,4 km.
Kunjungan tim 7Wonders di Kabupaten Lahat sungguh punya makna tersendiri. Bagaimana tidak? Orang nomor satu di Lahat, H Saifudin Aswari Riva'i.,SE segera menemui tim 7Wonders begitu tahu  tim sedang menyambangi Pasar Lama kota Lahat. Suasana sangat santai, tak ada suasana formal.

Kota Lahat adalah kota tertua di Sumatera. Usia kota Lahat saat ini sudah mencapai 130 tahun. Berbagai peninggalan Belanda pun bisa ditemukan di Lahat. Salah satunya adalah Sekolah Dasar Santo Yosef dan juga berbagai bangunan tua lainnya.

Budaya minum kopi sediri sudah berlangsung mendarah daging di Lahat. Kota ini memiliki kebun kopi yang luas. Hanya saja karena pemasarannya dikuasai tengkulak maka harga beli kopi dari petani kerap dipermainkan sehingga banyak yang meninggalkan kebun kopi. Perjalanan 7Wonders Terios – Sumatera CoffeParadise diharapkan bisa meningkatkan kembali gairah para petani kopi di Lahat untuk mengolah kebun kopi yang lama ditinggalkan.

Obrolan panjang dalam suasana kehangatan ini masih dilanjutkan keesokan hari di rumah dinas Bupati. Bupati menjanjikan kejutan untuk tim 7WondersTerios. Kejutan yang dijanjikan pun akhirnya terjawab! “Lihat mobil dinas saya yang pakai nomor BG 1 E. Saya juga pakai Daihatsu Terios lho Hehehe..,”bangga Aswari.


Pagar Alam.
Sesudah santap siang bersama bupati Lahat H Saifudin Aswari Riva'i SE di hotel Grand Zuri, tim bergerak menuju persinggahan berikutnya. Kota Pagaralam.

Menurut berbagai informasi yang diperoleh Pagaralam adalah daerah penghasil kopi terbesar di Sumatera. Jalanan menuju kota Pagaralam agak sedikit bergelombang. Sekitar 20 menit keluar dari kota Lahat jalanan mulai berkelok-kelok. Memasuki perbatasan kota Pagaralam, kelokan jalanannya disertai dengan tanjakan terjal.

Untuk mengatasi handycap ini, shifter matik Terios pun berpindah-pindah. Walaupun penuh dengan penumpang dan barang bawaan, ternyata ketiga terios yang terdiri dari 2 tipe matik dan 1 manual berhasil mengatasi tantangan jalanan ini!

Letak Pagaralam yang berada kurang lebih 1.000 m dpl di atas permukaan laut membuat udaranya sejuk. Di kanan kiri jalan selain teh dan kopi juga ada persawahan yang cukup luas. Selain surganya kopi dan teh, karena kesuburan tanahnya Pagaralam menjadikannya salah satu lumbung padi di Sumatera Selatan. Perikanan di Pagaralam juga lumayan maju karena banyak kolam ikan yang dibuat masyarakat.

Untuk menemukan kebun kopi di dekat lokasi menginap ternyata mudah sekali. Tapi untuk menemui tempat pengolahan biji kopi, baru bisa di dapatkan di salah satu toko souvenir khas Pagaralam di pusat kota.

Malam hari di Pagaralam tim tutup dengan makan ikan bakar dan ikan goreng bersama. Tentu saja sembari menikmati seduhan kopi Pagaralam yang nikmat.

Keesokan harinya ketika kabut masih menutupi jalanan, tim 7WondersTerios menjajal jalanan light off-road menuju lokasi di Pusat Kota Pagaralam untuk menyaksikan sendiri pengolahan kopi di Pagaralam.

Ternyata sistem pengolahannya mirip dengan sentra kopi di Liwa dan Lahat. Hanya cara me-roaster biji kopinya yang beda. Sementara proses penggilingannya sama yaitu memakai 2 mesin. Pertama biji kopi dihaluskan jadi butiran kasar. Kemudian dipindah ke mesin satunya untuk dibuat makin lembut.

Dari Diok (warga Pagaralam) tim jadi tahu cara mengetahui buah kopi yang dijemur sudah kering atau belum. Kopi diambil segengam lalu goyang-goyang. Kalau di dalam buah kopi tersebut ada bunyinya berarti biji di dalamnya sudah terpisah dengan dagingnya. Baru ini bisa diolah jadi biji kopi. Jika harga kopi lagi kurang baik para petani biasanya menyimpan buah kopi dalam karung-karung besar. Ketika harga membaik barulah diolah menjadi kopi.

Tak terasa waktu makan siang pun tiba. Diok menawarkan untuk makan siang di pinggir sungai sembari menikmati aliran sungai yang jernih. Tanpa membuang waktu tim segera bergerak. Jalan yang dilalui lumayan kecil dan sedikit light off-road. Untuk mencapai lokasi yang dimaksud tim 7Wonders harus membawa Terios menyeberang sungai kecil. Ground clearence mobil yang tinggi, melewati sungai tak akan jadi masalah.

Sampai di lokasi, suasana makan siang di pinggir sungai berbatu yang airnya jernih sungguh terasa berbeda. Usai makan, tim istirahat sejenak sambil menyeruput kopi panas Pagaralam.


Empat Lawang.
Usai santap siang di pinggir Sungai, tim 7Wonders langsung mengarahkan tujuan menuju Kabupaten Empat Lawang (Tebing Tinggi). Daerah hasil pemekaran Kabupaten Lahat ini memiliki icon Biji Kopi.

Jalanan ketika keluar dari kota Pagaralam menuju Tebing Tinggi via Desa Jarai – Pendopo sebenarnya cukup baik. Kondisi jalanan sendiri relatif sepi dengan pemandangan hutan di kanan dan kirinya. Hanya saja tidak begitu lebar dan rutenya berkelok-kelok. Dan tentu saja Terios mampu menghadapinya.

Kabupaten Empat Lawang, yang satu-satunya memakai biji kopi sebagai maskot daerahnya ini memang mempunyai tanaman kopi yang lumayan produktif. Sebagian besar hasil panennya langsung mengalir keluar dari daerah Empat Lawang dan diberi cap atau diakui kopi daerah lain.

Hal unik selain biji kopi dijadikan maskot, ternyata seragam batik yang dipakai seluruh pegawai di pemerintahan kabupaten Empat Lawang setiap Kamis juga memakai motif biji kopi.

Tim Penggerak PKK juga serius membantu pemanfaatan kopi. Kayu kopi yang sudah tua dan tidak produktif  dijadikan kerajinan yang punya nilai ekonomi tinggi.

Tak hanya batang kayunya, malah daun kopi pun bisa dijadikan kerajinan unik seperti misalnya tempat tissue dan sebagainya.


Curup - Kepahiang
Petualangan seru bersama 3 Daihatsu Terios masih berlanjut. Dari Desa Talang Padang rombongan bergerak menuju ke Curup melalui Kepahiang. Jalanan berkelok-kelok naik dan turun membuat tim seolah sedang menari bersama Terios. Jalanannya relatif sepi namun sempit. Pemandangan alamnya sungguh menyejukkan mata.

Selain kopi, tumbuhan yang paling sering ditemukan di kanan-kiri jalan adalah durian. Jangan kaget jika harga durian ketika musimnya tiba satu butir paling banter hanya Rp 3.000. Namun kalau stok berkurang bisa mencapai 25 ribuan tergantung model.

Tanjakan dan kelok-kelokan terus mewarnai sepanjang jalan sebelum tim 7Wonders memasuki kota Bengkulu. Mesin berkapasitas 1.500 cc yang membekali Terios ternyata masih cukup andal. Beberapa kali Terios kejeblos di lubang jalan, namun tak ada masalah berarti. Akselerasi di tanjakan maupun ketika menyalip kendaraan di depannya baik yang memakai girboks matik maupun manual tetap terasa bertenaga.

Di Kota Raflesia, Acara Corporate Social Responsibility (CSR) dipusatkan di main dealer Daihatsu jalan S Parman. Kegiatan CSR ini dihadiri pula oleh Walikota Bengkulu beserta sejumlah pejabat Pemkot Bengkulu. CSR ini dalam rangka memberi bantuan kepada lima Posyandu dan lima UMKM di lingkungan Bengkulu.

Usai mengikuti acara CSR tim 7Wonders, tim menikmati santap Sunda sebagai santap siang di de Kabayan. Sembari menikmati keindahan pantai Panjang yang letaknya persis di depan hotel tempat tim menginap, sebagian tim mengambil dokumentasi. Paling dekat dari lokasi tim mengambil gambar adalah obyek wisata rumah pribadi Ibu Fatmawati Soekarno Putri. Letaknya di jalan Fatmawati Bengkulu. Rumah bersejarah yang masuk dalam aset pemprov Bengkulu cukup terawat. Karena sudah tutup, perjalanan langsung dilanjutkan ke rumah pengasingan Bung Karno di sekitar 1940-an tak jauh dari rumah ibu Fatmawati.

Rute etape dari Bengkulu menuju Bukittinggi melalui Muko-Muko Padang sengaja dipilih karena semenjak dari Jakarta hingga ke Bengkulu rute yang dilewati lebih banyak melewati perbukitan. Saatnya menjajal jalanan di pantai barat trans Sumatera.

Petualangan tim melalui rute pantai barat memang terasa berbeda. Lebih banyak menikmati pemandangan pantai. Tikungan-tikungan yang ada juga lebih tajam. Sementara karakter tanjakan dan turunannya kurang lebih sama dengan jalur sebelumnya. Perfoma 3 Terios yang tim bawa ternyata masih tetap mantap.


Mandailing Natal
Tujuan tim selanjutnya adalah mengeksplor kopi yang dihasilkan desa Madailing Natal.

Kota Bukittinggi yang disebut kota Seribu Ngarai punya keindahan alam yang memesona. Sahabat petualang Lelo Andhika Syahna langsung mengajak untuk bergerak menuju Desa Sambang Banyak Jae Ulu Pungud. Katanya disana masih banyak kebun kopi yang sudah berumur puluhan tahun.

Jika menilik sejarah, kopi Arabica pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1699 oleh Belanda dan ditanam di daerah Mandheling Natal. Nama Desa Simpang Banyak Jae Ulu Pulud memang tidak disebutkan. Tapi bisa jadi ini juga salah satu pusatnya. Mengingat masih dalam satu wilayah dan juga berada di ketinggian 1.200 m dpl.

Pohon kopi di desa Sambang ini diwariskan turun temurun. Ada 2 jenis di sini. Paling banyak kopi jenis Arabica dan kopi jenis Robusta. Setelah melihat wujud aslinya, barulah bisa diketahui kalau pohon Arabica memiliki daun lebih kecil tapi penampangnya tinggi daripada Robusta.

Dari desa ini tim diajak untuk masuk lagi ke dalam menuju desa paling ujung. Jalan aspal sudah habis dan berganti jalanan makadam dan tanah. Hujan deras yang sempat turun membuat tanah jadi becek. Ini justru yang dinanti tim.

Ground clearence Terios teruji dan tak mudah mentok. Sementara performa girboks matik dan juga mesin 1.500 vvti dipaksa main off-road ternyata oke banget. Kalau ada versi 4x4-nya pasti tetap laku! Karena lumayan jauh jarak perjalanan hari ini, tim memutuskan untuk segera sampai di Medan.

Di Medan tim melakukan CSR. Program ini disinergikan dengan program CSR PT. Astra Daihatsu Motor (ADM). Acara simbolis penyerahan bantuan kepada 2 Posyandu dan 5 UMKM dilakukan di dealer Daihatsu, Jalan Sisingamangaraja No. 170, Medan. Total bantuan program ini nilainya mencapai lebih dari Rp 200 juta.

Selain aksi sosial, di Medan tim juga melakukan pengecekan dan perbaikan pada 3 Terios yang menemani perjalanan 7Wonders. Pengecekan dilakukan di main dealer Daihatsu Medan. Kondisi kekencangan baut-baut dan juga pengereman dicek kembali. Menurut para mekanik yang menangani semua dalam kondisi baik.

Perjalanan tim 7Wonders kini mulai memasuki etape terakhir yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk mendapatkan suasana yang khas Aceh tim sempatkan minum kopi dan makan malam di dekat alun-alun Langsa.


Kota Takengon.
Kota Takengon jadi tempat persinggahan terakhir tim 7Wonders dalam mengeksplorasi 7 tempat penghasil kopi di Pulau Sumatera.

Sekitar pukul 11 siang tim sudah sampai di Bireuen. Rute Bireuen – Takengon lebih banyak melewati perbukitan. Tepat di daerah Cot Panglima pemandangannya cukup indah.

Menjelang masuk Takengon, 3 Terios mencicipi trek bukit Oregon. Trek light off-road dengan pemandangan yang indah. Kemampuan Terios lagi-lagi diuji di sini. Kenyamanan dan juga ketangguhan kaki-kaki Terios terbukti andal. Melewati trek tanah berbatu dengan beragam kontur tak ada kendala berarti. Sampai di ujung  trek Oregon tim  berhenti sejenak, menyeruput secangkir kopi  Gayo panas sembari  menikmati indahnya pemandangan kota Takengon dan Danau Laut Tawar.

Kopi Gayo adalah kopi jenis Arabica dengan citarasa khas. Hebatnya kopi ini sudah merambah ke Eropa Timur dan juga Amerika. Selain kopi Gayo Blendeed ada juga kopi dari Luwak liar yang sekarang mulai ramai digemari banyak orang.

Cara menikmati kopi luwak ternyata butuh trik khusus agar lebih nikmat. Air yang digunakan harus benar-benar mendidih. Perlu juga alat yang bernama ekspresso untuk menyaring kopi sekaligus menurunkan kadar keasamannya sehingga ketika diminum kopi tak terasa tajam di perut.

Agenda tim hari itu ditutup dengan makan malam dengan menu ikan asam pedas khas Takengon. Ikannya sendiri diambil dari Danau Laut Tawar di belakang penginapan tempat tim istirahat.

Masyarakat di kota Takengon tak bisa lepas dari kebun kopi. Rasanya hampir semua penduduk di kota ini memiliki kebun kopi. Minimal satu keluarga punya setengah hektar luasnya. Di setiap pekarangan rumah penduduk, hampir tak ada yang dibiarkan terbuka tanpa ditanami kopi. Letak geografis yang berada di rangkaian bukit barisan membuat tanah subur dan curah hujannya tinggi. Letaknya kurang lebih 1.300 m dpl juga menjadi alasan kopi jenis arabica sangat cocok ditanam disini.

Pagi harinya tim diajak melihat langsung salah satu kebun kopi peninggalan Belanda di desa Blang Gele. Kebun kopi tua tersebut hanya seluas 15 hektar. Padahal dari sisi kualitas, biji kopi di desa Blang Gele termasuk nomor satu. Bijinya pun besar-besar dan memiliki aroma yang khas.

Rangkaian perjalanan panjang tim Terios 7-Wonders selama 15 hari berakhir di tugu “Nol” Kilometer. Pagi-pagi tim bergegas menuju pelabuhan ferry Ulee Lheue untuk menuju kota Sabang. Akhirnya 3 unit Daihatsu Terios berhasil dibawa mencapai titik “Nol” kilometer di ujung  pulau Weh, Provinsi Aceh Nanggroe Darussalam. Perjalanan yang penuh pengalaman menarik selama 15 hari yang dimulai dari VLC Sunter Jakarta dengan total jarak 3.657 km berakhir sudah.

Seremoni singkat menandai berakhirnya ekspedisi ini dilakukan di Tugu “Nol” Kilometer. Plakat Terios 7-Wonders yang dibawa tim diserahkan oleh Tunggul Birawa selaku komandan tim kepada Amelia Tjandra Direktur Marketing PT ADM. Selanjutnya plakat ini diserahkan kepada dr. Togu yang mewakili pemda Sabang. Plakat ini akan ditanam di lokasi yang memang sudah disediakan di sekitar lokasi tugu Nol Kilometer.

Tujuan pertama tim setelah seremoni penutupan ekspedisi ini adalah menikmati kopi Ulee Kareeng kemudian mengunjungi Masjid Raya Aceh dan juga menikmati kuliner Mie Aceh. Sebelum pulang dengan mengenakan pesawat udara pada sore harinya, PT ADM dan juga tim Terios 7-Wonders menyerahkan 3 ekor sapi untuk dijadikan hewan kurban. Jadwal kepulangan tim Terios 7-Wonders kebetulan memang sangat berdekatan dengan hari raya Idul Adha. Tiga ekor sapi ini melambangkan 3 Terios yang kami bawa dari Jakarta hingga Aceh.

Memanfaatkan waktu sebelum menuju ke Bandara Sultan Iskandar Muda untuk pulang ke Jakarta, tim Terios 7-Wonders mengunjungi museum PLTD Kapal Apung. Museum yang merupakan salah satu bukti kedahsyatan bencana Tsunami.

Kapal pembangkit listrik yang tadinya berada beberapa puluh kilometer di laut ini tiba-tiba saja berada di tengah pemukiman penduduk di kota Banda Aceh seolah-olah kapal dengan bobot puluhan ton ini dijatuhkan dari langit. Beberapa rumah pun hancur tertimpa kapal ini. Lokasi di sekitar kapal ini sekarang dijadikan obyek wisata.

Makan siang dengan menu khas Aceh Ayam Tangkap tim nikmati menjelang sampai di Bandara Sultan Iskandar Muda. Menu Ayam Tangkap adalah ayam goreng yang dimasak berbarengan dengan beberapa macam. Ada yang dipotong kecil-kecil ada pula yang dipotong agak besar.

Pukul 16.35 WIB seluruh anggota tim Terios 7-Wonders terbang kembali ke Jakarta.


No comments:

Post a Comment