Obat Generik Berlogo (OGB) adalah jurus pamungkas pemerintah untuk
melindungi hak rakyat mendapatkan obat murah berkualitas. Sayang, bukannya disambut
positif oleh masyarakat. Harga yang murah menjadi bumerang ke pemerintah. OGB
dijauhi masyarakat.
Melalui Permenkes
No: HK.02.02/Menkes/068/I/2010 pemerintah mewajibkan setiap institusi layanan
medis pemerintah menggunakan OGB agar masyarakat punya lebih banyak alternatif obat,
terjangkau, mudah didapat, ketersediaan obat yang memadai, dan kualitas terjamin. Pada tanggal 27 Januari
2010 diterbitkan lagi Keputusan
Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. HK.0301/Menkes/146/I/2010 yang memuat harga
obat generik terbaru sebanyak 453 item. Namun masyarakat beranggapan kualitas
OGB lebih rendah dibanding obat lain yang lebih mahal.
Anggapan ini seharusnya tidak terjadi jika pemerintah melakukan
promosi dan sosialisasi yang gencar seperti saat program ini pertama kali diluncurkan
pemerintah tahun 1989. Kala itu Departemen Kesehatan RI gencar melakukan
sosialisasi OGB sampai ke pelosok – pelosok desa. Sedangkan, saat ini sosialisasi
OGB masih berjalan namun tidak segencar seperti pada awal kelahirannya.
Karena sangat disayangkan jika masyarakat masih tidak menyadari
manfaat dan keberadaan OGB. Bahwa menurut US Food and Drug Administration (FDA),
obat generik telah lulus uji bioavailabilitas dan bioekivalensi. Uji
bioavailabilitas adalah analisa untuk mengetahui kecepatan kandungan zat aktif
dalam obat diserap oleh darah menuju sistem peredaran tubuh, sedangkan uji
bioekivalensi untuk membandingkan profil bioavailabilitas dengan tiap bentuk
obat yang tersedia; meliputi tablet, kapsul, sirup, dan sebagainya.
Pembuatan OGB tidak main-main. OGB telah memegang sertifikat COA
(dokumen otentik untuk menjamin kemurnian dan kualitas obat), sertifikat CPOB
(cara pembuatan obat yang baik), kualitas mesin pabrik terstandarisasi menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).
Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan itu pemerintah membuat logo
OGB berupa lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan
"Generik" di bagian tengah lingkaran. Garis-garis putih melambangkan bahwa OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat dan lingkaran hijau sebagai
lambang OGB telah lulus uji kualitas, khasiat serta keamanan.
Lalu mengapa harga OGB lebih murah jika kualitasnya sama dengan obat
dari produsen obat non pemerintah?
Karena selain mendapat subsidi dari pemerintah, OGB juga tidak perlu
membayar paten.
Itulah alasan ia bernama obat generik, yaitu obat yang telah habis masa patennya, sehingga boleh
diproduksi tanpa perlu membayar royalti. Khasiat dan mutunya sama karena
menggunakan bahan baku dan proses pembuatan yang sama. Hanya berbeda di masalah
paten atau royalti. Untuk informasi saja, hak paten di Indonesia berlaku 20
tahun berdasarkan UU
No 14 tahun 2001, tentang Paten, (pasal 8 ayat 1) dan bisa juga 10
tahun (pasal 9).
Obat generik ada dua jenis yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) yang biasa
disebut obat generik saja, dan Obat Generik Bermerk Dagang (OBM/branded generic). Beda keduanya ada pada
nama dan zat aktif yang dikandungnya. Pada obat dengan zat aktif yang sama, OGB
menamai obatnya sesuai dengan nama zat aktif yang terkandung di dalamnya berdasarkan
nama resmi International Non Propietary Names yang telah di tetapkan dalam
Farmakope Indonesia, sedangkan OBM sesuai dengan keinginan pabrik obat. Zat
aktif amoxicillin misalnya, di pasaran memiliki berbagai nama merek dagang, seperti:
inemicillin, gatoticilin, dan seterusnya. Dari berbagai merek tersebut,
bahannya sama: amoxicillin.
Tidak seperti OBM yang memiliki kemasan menarik untuk menarik minat
pembeli, OGB lebih memilih kemasan yang sederhana sehingga biaya produksi pun
menjadi lebih murah. Subsidi dari pemerintah juga sudah termasuk biaya promosi.
Bedanya lagi dengan obat paten, pembuatan OGB tidak perlu melalui riset terlebih
dahulu karena telah teruji sebelumnya saat obat itu dipatenkan. Sekarang
tinggal meniru resep yang telah ada (berbeda dengan obat paten yang harus
keluar biaya riset untuk menemukan formula baru). OGB juga terbebas dari berbagai
bentuk upeti kepada pihak-pihak terkait. Pasien pun tidak perlu terbebani harga
mahal untuk membayar atau mengganti biaya itu semua dari OGB.
Tindakan pemerintah saat ini sudah cukup bagus. Terutama dalam
mewajibkan tenaga medis memberikan OGB ke pasien, serta banyaknya program
jaminan kesehatan di masing-masing daerah yang dalam pengobatannya menggunakan
OGB. Sekarang tinggal digencarkan kembali promosi dari pemerntah seperti awal
lahirnya OGB 24 tahun silam. Serta adanya perlindungan hak masyarakat untuk
mendapatkan OGB. Masih banyak oknum medis yang memaksa pasien membeli obat yang
mahal daripada memberikan OGB. Padahal sakit si pasien masih bisa sembuh dengan
OGB. Ini ibarat mau menangkap nyamuk dengan senjata nuklir. Kasus-kasus semacam
ini masih sering terjadi. Kemungkinan para produsen obat yang tak bertanggung
jawab melakukan segala macam cara untuk menjual barang dagangannya. Mereka
bekerja sama dengan tenaga medis agar merekomendasikan produk mereka ke pasien,
bukan OGB.
Jika hal ini terjadi, pemerintah harus menyediakan wadah tempat
masyarakat bisa melapor, mekanisme pelaporan dibuat sesederhana mungkin, serta
tindak lanjut yang cepat dan tegas.
Masyarakat juga jangan sampai tertipu oknum yang menjual obat generik dengan harga non subsidi. Cocokkan lagi harga obat generik yang Anda terima dengan harga semestinya sesuai Kepmenkesn No. HK.0301/Menkes/146/I/2010. Jika ada yang mau menipu Anda, laporkan saja ke Lembaga Perlindungan Konsumen di daerah Anda!
Pokoknya ingat! OGB adalah obat yang ada logo lingkaran hijau di bungkusnya. Jangan ragu lagi, dengan kualitas yang sama, buat apa memakai obat yang lebih mahal? Ayo apresiasi usaha pemerintah kita. :)
dok. pribadi |
(*)(*)
Postingan ini dalam rangka Sosialisasi Obat Generik Berlogo di Indonesia dari Dexa Medica
No comments:
Post a Comment