Saturday, February 15, 2014

One More Person, My Sister's Room, The Scarecrow, & He Dies At The End

Beberapa film horor yang saya tonton belakangan ini agak kurang serem. Terutama yang Asia. Saya kecewa.

Pertama adalah film One More Person. Menceritakan seorang eksekutif yang sedang menginap di hotel. Ternyata di hotel itu Ia tidak sendiri. Dari awal sampai menjelang akhir saya sudah bisa terbawa menikmati suasananya. Udah agak tegang gitu. Saya sangat penasaran apa yang akan dilakukan oleh hantu dalam film ini, atau minimal bagaimana rupa si hantu tersebut. Dan akhirnya memang muka si hantu ditampilin, eh ngga serem – serem amat ternyata. Lebih ke bapak – bapak kelebihan bedak. Mungkin karena hantunya napak kali ya? Dan memakai baju olahraga lengkap makanya jadi ngga begitu serem :|


Film kedua adalah My Sister's Room. Masih film Jepang. Setiap liat orang jepang makan, saya jadi ikutan laper. Tapi kalau melihat mereka ngomong, terutama yang cewek, saya malah kebayang JAV. Okeh, jadi film ini menceritakan penampakan yang selalu muncul tiap jam 2 malem di kamar si anak cewek. Orang tua si cewe ngga percaya ketika si cewe cerita (mereka ngomongnya pas sarapan). Ternyata kakak cowo si cewe ini percaya, karena dia juga ngerasain setiap jam 2 malem. Eh akhirnya si cowo ini yang kesurupan. Note: jangan menaruh ekpektasi terlalu tinggi pada film ini, ngga serem – serem amat kok, kecuali kamu emang penakut atau terlalu menjiwai nontonnya.

Comic8

Di suatu weekday, saya nonton bareng gebetan. Kami nonton Comic8. Pendapat saya, film ini pamer adegan slow motion. Saya sempat bikin beberapa video dan sampai saat ini masih suka bikin video, jadi saya tahu kalau bikin adegan slow motion itu ngga gampang. Butuh aplikasi khusus dan alat yang oke juga. Jadi untuk menghasilkan adegan slow motion sehalus Comic8, itu ngga mudah, dan wajar kalau mereka memamerkan kesuksesan mereka ini dalam filmnya.
 

Banyaknya adegan slow motion pada film ini dari awal juga menolong mereka menutup adegan slow motion sexy di saat Nikita Mirzani (KYAAA!!! KYAAA!! *penulis histeris campur mikir jorok*) melakukan adegan menembak. Karena jika hanya adegan Nikita saja yang slow motion, film ini akan ngga ada bedanya sama film komedi seksual Indonesia lainnya.

Banyak yang komplain tentang adegan Nikita ini, menurut saya tanpa ada Nikita pun Comic8 udah oke, malah adegan Nikita yang terlalu vulgar ini membuat kekaguman saya akan jalan cerita dan akting para pemainnya jadi berkurang. Kenapa harus isi adegan beginian lagi? Malah jadi kayak film komedi Indonesia lainnya deh.. Tapi ini ngga masalah banget, mungkin saran saya sekuelnya nanti ganti saja Nikita Mirzani ke Mama Dedeh . Nanti adegannya tetep bawa pistol dan tembak – tembakan di-slow motion.

Bedfellows

Film kedua yang saya tonton serangkaian ketagihan saya dengan film horor adalah Bedfellows. Ceritanya simpel, durasinya ngga panjang. Di awal film si penulis cerita mencoba menampilkan foto-foto yang membuat penonton satu persepsi bahwa akan ada dua tokoh utama, sepasang suami istri. Kemudian film berjalan ke adegan suami istri itu tidur. Iya, cuma tidur, bukan sambil bikin adek baru. Sang suami tidur terbungkus selimut, sedangkan istrinya masih kelihatan separuh badannya.

Handphone sang istri tiba - tiba berdering. Dia raba meja sebelah ranjangnya, handphonenya ngga ada. Rupanya ada di meja seberang ranjang, di sebelah suaminya. Ia meminta tolong suaminya mengambilkan hanphone tersebut, namun sang suami nampaknya terlalu ngantuk untuk bangun, sang suami tidak bergeming. Si istri akhirnya mengambil sendiri handphone miliknya.

Dari suara penelpon yang terdengar ke penonton, kita bisa tahu kalau ia adalah seorang lelaki. Saya kurang jelas mendengar apa yang penelpon itu katakan, semacam selamat tidur atau minta maaf ngga bisa pulang malam itu. Setelah perempuan itu ngecek ke layar hapenya, ternyata telpon itu dari sang suami. Lalu siapakah yang berbaring di sebelahnya?

Saya malah ketawa terus liat muka dan posisi si hantu. Apalagi mata si hantu isi lirik – lirik gitu. Tapi memang sih kalau dibayangin muka setannya pas kita lagi sendiri, lumayan bikin serem juga.

The Waterfront Picture

Saya bukan seorang yang suka horor. Setelah nonton film apapun, adegan dalam film tersebut akan terus membayang sampai 3 hari ke depan. Dan untuk film horor, bayangannya tetep nempel sampai 3 tahun ke depan.

Sampai pada akhirnya tiap malem jumat ada yang share film horor di twitter. Karena iseng, saya tonton. Akhirnya keterusan dan sekarang jadi ketagihan nonton film horor, bahkan jadi kebiasaan.

Mungkin karena nontonnya setelah diunduh dulu, jadi bagian seremnya bisa di-pause, atau volumenya dikecilin bahkan sampai mute.

Film perdana yang mengawali kebiasaan saya ini adalah salah satu film dari jepang. Judulnya The Waterfront Picture. Asia memang terkenal bikin film sadis. Karena nama besarnya tersebut saya antusias nontonnya. Kekejaman apa lagi yang akan disuguhkan pada film yang akan saya tonton?, begitu pikir saya. Satu lagi, film Asia ngga setengah – setengah nampilin tokoh seremnya. Karena film horor barat, atau di Indonesia, biasanya cuma sekilas, siluet, burem (ngga jelas), atau hanya gejala – gejala kehadirannya saja yang ditonjolkan. Sedangkan film horor Jepang atau Thailand akan secara gamblang dan blak - blakan menampilkan sosok hantunya.